Oleh Suria Tresna
Setelah membacakan nyaring, lantas apa? Nah, seringnya kita sebagai orang tua suka bertanya kepada anak apa yang didapat dari buku tersebut. Apa yang dapat mereka ambil pelajarannya, bagaimana ceritanya, dan juga bagaimana mengajak anak agar dapat menceritakan kembali cerita tersebut.
Setelah itu? Jika kita membacakan malam hari, mungkin anak-anak akan beranjak tidur. Dan jika siang hari, mungkin anak akan lanjut membuka-buka buku lain. Setelah bosan, mungkin mereka lanjut bermain dengan mainan.
Begitupun di rumah baca, seringnya setelah membacakan nyaring, anak-anak akan membaca buku secara mandiri. Banyak juga TBM yang sudah memiliki permainan edukatif sehingga acara membaca berlanjut menjadi kegiatan meronce, menggambar, mewarnai, bahkan ada yang belajar bahasa Inggris, mendongeng, dan sebagainya.

Nah, apa bedanya dengan bookish play?
Ternyata ada bedanya. Dalam bookish play, kita tetap bermain, namun permainan itu disesuaikan dengan buku yang kita bacakan kepada anak. Misalnya, kita membaca buku tentang ruang angkasa. Kita bisa menyediakan teropong sederhana, lalu mengajak anak-anak ke luar untuk mengamati langit malam. Jika di taman bacaan tersedia miniatur planet, anak diajak mengamati dan menyesuaikan dengan isi buku yang mereka baca. Atau setelah membaca buku bertema “Bermain di Sawah”, anak kemudian diajak bermain ke sawah. Mereka bisa memerankan tokoh dalam cerita — ada yang jadi Pak Tani, Bu Tani, bahkan tokoh anak di dalam kisah tersebut. Dengan begitu, anak akan merasa seolah benar-benar masuk ke dalam buku. Perlahan-lahan kita menanamkan rasa pada diri anak bahwa membaca buku itu ternyata bisa membawa mereka masuk ke dunia lain.
Jika anak membaca buku Empat Musim, misalnya, kita bisa membuat salju buatan, atau mengambil butiran es dari kulkas untuk mengajak anak merasakan dan membayangkan betapa dinginnya musim dingin di Belanda sana. Kita bisa sekaligus memotivasi anak, “Tentu kamu juga ingin ke sana, bukan? Maka rajinlah belajar dan membaca.”
Beberapa macam alternatif bookish play lainnya bisa dilakukan, seperti membuat prakarya dari clay. Clay — atau anak saya lebih suka menyebutnya “slime bantal” — sangat cocok dijadikan alat untuk melaksanakan bookish play. Setelah membacakan buku bertema buah, misalnya, anak dapat membuat bentuk buah dari clay berdasarkan buku yang mereka baca. Apa kelebihan clay warna-warni ini dibandingkan plastisin? Bedanya, clay yang banyak dijual oleh abang-abang mainan keliling, ketika sudah dibentuk dan dibiarkan kering, akan berubah menjadi seperti busa yang keras (squishy) dan bentuknya tidak akan berubah lagi. Berbeda dengan plastisin yang tidak mengering dan akan kembali lembek jika ditekan. Banyak benda yang bisa dibuat dari clay — mulai dari kendaraan, sayur-sayuran, hingga miniatur benda lain.

Selain itu, ada juga kegiatan membuat buku mini. Setelah dibacakan buku, anak-anak dapat diminta membuat buku sesuai imajinasi mereka masing-masing. Di sana, anak dan orang tua bekerja sama menciptakan buku impian mereka. Terlihat jelas keseruan antara orang tua dan anak yang saling bekerja sama menyelesaikan proyek buku tersebut. Setelah buku mini selesai, kita bisa mengajak anak merefleksikan bahwa beginilah kira-kira sebuah buku tercipta — ada proses penulisan, ilustrasi, hingga penerbitan dan percetakan. Anak akan memahami bagaimana proses panjang sebuah buku bisa hadir di tangan mereka. Dari situ, anak-anak belajar untuk lebih menghargai buku yang dibuat dengan penuh cinta oleh penulis dan banyak orang yang terlibat di dalamnya.
Contoh lainnya adalah setelah membaca buku Petualangan ke Dunia Bawah Laut yang bertema laut dan pelestarian lingkungan, kegiatan bookish play bisa dilakukan dengan membuat “laut mini” di dalam baskom berisi air, kerang, dan ikan mainan. Anak-anak dapat berkreasi membuat kolase bawah laut dari kertas warna dan pasir, bahkan melakukan eksperimen sederhana untuk membedakan benda yang tenggelam dan yang terapung seperti di laut. Kegiatan semacam ini membuat anak lebih memahami isi cerita sekaligus belajar mengenal lingkungan dengan cara yang menyenangkan.
Masih banyak hal lain yang bisa dilakukan dalam kegiatan bookish play. Karena bookish play sangat bermanfaat, antara lain untuk meningkatkan imajinasi anak, menumbuhkan kecintaan mereka pada buku, dan membuat mereka selalu menantikan saat-saat membaca nyaring.
Mereka akan bertanya dengan penuh semangat, “Nanti bookish play-nya apa, ya?”
Yang paling penting, kegiatan seperti ini bisa mempererat bonding antara orang tua dan anak, meningkatkan minat baca, dan tentu saja membantu mengurangi ketergantungan anak terhadap gawai.
Maka, ayolah, minggu ini mau bikin bookish play apa bersama anak-anak kita?
Karena setiap buku selalu menunggu untuk dihidupkan lewat imajinasi, tawa, dan tangan-tangan kecil yang bermain dengan penuh rasa ingin tahu.
Bionarasi :
Suria Tresna sejak kecil sudah gemar membaca. Ia mulai belajar menulis pada tahun 2021 dan kemudian mendirikan Rumah Baca TBM Lestari Pasbar yang berlokasi di rumahnya, di Padang Tujuh.
Foto oleh : Risalina