Seribu Buku, Cahaya di Mata Seribu Anak

Oleh Suria Tresna

“Seribu, Bunda?” Begitu tanggapan anak saya ketika pertama kali mendengar tentang program bahan bacaan bermutu yang diluncurkan Perpusnas sejak awal 2024 lalu. Mereka seakan tidak percaya mendengar jumlah yang sangat fantastis. “Seribu?” mereka mengulang dengan mata terbelalak. Mengapa demikian? Karena mereka sangat tahu betapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk bisa memeluk sebuah buku idaman mereka sendiri.

Saya pun merasakan hal yang sama. Dari pendapatan yang tidak seberapa, saya selalu menyisihkan sebagian untuk membeli sebuah buku. Saya masih ingat, bertahun-tahun lalu ketika masih kecil, orang tua saya selalu menyempatkan membeli majalah Bobo bekas atau komik Donald Bebek bekas. Itu demi mengobati rasa haus kami terhadap buku. Apa yang terjadi? Kebiasaan baik itu mendarah daging hingga sekarang. Dan kebiasaan itulah yang berusaha kami tularkan kepada anak-anak di rumah.

Dengan modal koleksi buku anak-anak sejak mereka bayi, saya mulai membuka taman bacaan kecil di rumah. Sebuah rak sederhana menjadi saksi, bagaimana anak-anak tetangga berkumpul riang. Mereka tidak hanya membaca, tapi juga bermain bersama. Beberapa buku bahkan berisi eksperimen kecil yang bisa langsung mereka coba.

Kembali pada bahan bacaan bermutu dari Perpusnas untuk perpustakaan dan TBM di seluruh Indonesia. Saya sangat mengapresiasi, bahkan kata itu belum cukup—saya sungguh bangga kepada pemerintah Indonesia. Saya membayangkan seribu buku. Jika satu anak memegang satu buku, maka akan ada seribu anak di setiap perpustakaan atau nagari yang dengan mata berbinar memegang bacaan berharga itu.

TBM pun dengan berbagai program berusaha agar buku-buku menjangkau anak-anak seluas mungkin. Ada Forum TBM pusat, dilanjutkan Forum TBM provinsi, hingga forum TBM kota/kabupaten yang mewadahi kami di daerah. Pengelola TBM mengadakan kegiatan membaca nyaring, mendongeng, belajar bersama, hingga bermain dengan buku. Semua dilakukan agar anak-anak tertarik datang ke rumah baca dan akhirnya mencintai kebiasaan membaca. Harapannya, kebiasaan baik itu akan mendarah daging hingga terciptalah anak-anak Indonesia yang gemar membaca.

Namun, apakah gerakan ini berhasil? Tentu kita tidak bisa menyebutnya gagal. Banyak anak sudah dirangkul TBM, mereka rajin berkunjung, membaca, dan larut dalam lautan buku. Tetapi apakah semua anak demikian? Tidak. Ada juga yang hanya datang sekali saat peresmian TBM, lalu merasa bosan, kemudian kembali meminta gawai pada orang tua. Beberapa pengelola TBM memang membatasi anak agar tidak membawa HP saat kegiatan. Tapi, apakah kita bisa melarang orang tua yang asyik dengan HP-nya? Anak-anak yang melihatnya tentu langsung teringat film kartun di gadget itu, bukan?

Karena itu, pemanfaatan seribu buku ini bukan hanya tugas pengelola TBM. Peran utama ada pada orang tua. Pembiasaan menyukai buku adalah tanggung jawab bersama, terutama orang tua yang dapat mendampingi anak di rumah. Saya sendiri belum mendapat bantuan seribu buku untuk TBM saya. Namun, secara berkala saya meminjam sepuluh hingga dua puluh buku dari teman-teman TBM yang sudah mendapatkannya. Jika ada niat, pasti ada jalan, bukan?

Contoh Rak Montessori

Bahan bacaan bermutu dari Perpusnas sangatlah membantu. Cukup letakkan rak kecil di pojok rumah—atau orang sekarang menyebutnya rak Montessori—dan anak-anak akan larut dalam bacaan. Mereka tidak akan pernah bosan. Bahkan anak usia dua tahun pun bisa menikmati buku dengan gaya mereka sendiri.

Lalu, masihkah kita mengatakan buku itu mahal? Sementara kini kita bisa mengaksesnya secara gratis. Belum lagi hadir berbagai aplikasi yang memudahkan kita memperoleh buku, bahkan memperbolehkan mencetaknya untuk kebutuhan pribadi. Jadi, tidak ada alasan lagi bagi anak-anak kita untuk tidak bisa mengakses buku.

Karena sejatinya, mencerdaskan anak bangsa adalah tanggung jawab bersama. Dan peran orang tua—itulah yang paling utama.

 

Bionarasi :

Suria Tresna, seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di Nagari Sejuk, Padang Tujuh. Saat ini ia mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Ruang Baca Kreatif Lestari Pasaman Barat, yang menjadi ruang belajar, membaca, dan berkreasi bagi anak-anak serta masyarakat sekitar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *