BAREH GANGGAM: WADAH APRESIASI KARYA

Siang yang bayan, di tengah hiruk-pikuknya kendaraan yang berseliweran, baik yang hendak atau pun yang mau pulang dari pasar. Mengapa? Karena hari Minggu adalah hari pasar, yang lokasinya bersebelahan dengan kampung Alai. Namanya Pasar Inpres. Nah, bertepatan dengan hari itu, Minggu 3 November 2024, kegiatan Apresiasi Karya dilansungkan oleh Bareh Ganggam. Tepatnya di Komunitas Rumah Mentari, Alai, Nagari Sitombol, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman, Propinsi Sumatera Barat.

Bincang Karya

Nama dan agenda ini dirancangbangun oleh Arbi Tanjung bersama koleganya yang tergabung dalam wadah komunitas, sanggar, seni, budaya maupun pegiat literasi dan kriya serta nama lainnya se Kabupaten Pasaman. Minggu, 20 Oktober lalu di Rumah Lentera Panti, dan berlanjut di Komunitas Singali, Sabablik, Nagari Bahagia Padang Galugua, Kecamatan Padang Gelugur. Lantas mengapa ‘ia’ dinamakan Bareh Ganggam? Mengutip pernyataan Arbi Tanjung; “bahwa tradisi Bareh Ganggam adalah salah satu kearifan lokal Minangkabau yang ada sejak dahulu kala. Beras ini disisihkan dan diserahkan untuk kegiatan bersama. Dilakukan berdasarkan persaudaraan, keadilan, kemanfaatan, partisipasi dan berkelanjutan demi kemaslahatan bersama.

Arbi Tanjung Penggagas “Bareh Genggam”

Pun kita sepakat, bahwa amat penting mempersatukan kembali para pegiat seni, budaya, literasi dan atau nama lainnya. Mengingat selama ini para pegiat berjalan secara nafsi-nafsi tanpa wadah yang tepat untuk mengekspresikan ide dan gagasannya dalam berkreasi. Maka untuk menjawab ketimpangan tersebut, tercuatlah Bareh Ganggam—mengajak untuk saling berkompromi, berdiskusi, berkolaborasi dan bergotong royong demi melahirkan suatu karya yang jitu. Karena berpondasi pada suatu riset.

Adapun kegiatan Bincang Karya itu dihadiri oleh 12 komunitas, dan atau sebagaimana namanya yang disebutkan di atas, se Kabupaten Pasaman. Pun yang kecipratan perdana sebagai tuan rumah dalam agenda tersebut, ialah Komunitas Rumah Mentari, yang diketuai oleh Mulyadi Putra atau yang biasa dipanggil Pangeran Padang Sikaduduak (nama pena).

Apresiasi Karya

Adalah Bincang Karya sesi pertama ini membedah lagu Asing, keluaran perdana dari Studio Rumah Kedua. Namun setelah dicacah secara seksama, ternyata lagu Asing tidak ada sangkut-pautnya dengan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan. Sebagaimana tertuang dalam UU No. 5 Tahun 2017. Jadi, dari situ tercium aroma yang kurang sedap untuk dilahap dalam ranah UU No. 5 Tahun 2017 di atas. Dan sudah pasti bahwa karya ini terkesan ‘prematur’ untuk dilahirkan plus diviralkan. Seperti pernyataan dari salah seorang kru Studio Rumah Kedua, Deby: “bahwa karya ini tidak ada hubungannya dengan kebudayaan dan terkesan tergesa-gesa. Lantaran tujuan awalnya bukan itu,” tutupnya.

Suasana kegiatan Bareh Genggam

Berkaca dari persoalan di atas, kita faham bahwa perlu riset lebih mendalam sebelum membuat suatu karya yang hendak diapungkan ke permukaan. Sekaligus jika ‘ia’ ingin disandingkan dengan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan. Sebaliknya tidak ada masalah! Apabila kelahiran lagu Asing bagian dari bukti bahwa Studio Rumah Kedua masih eksis. Tentu dalam konteks ini, kita juga tidak latah apabila mengapresiasi buah karya Studio Rumah Kedua. Karena mereka telah berbuat.

Rasa bangga sekaligus terharu rasanya, dapat dipersatukan dengan Studio Rumah Kedua dalam wadah yang bernama Bareh Ganggam. Kerena kehadiran mereka bisa memantik para pegiat untuk berbuat hal yang sama walaupun tak serupa. Lantaran selama ini kebanyakan dari kita ‘berkarya’ tak ubahnya bak fatamorgana. Sekali lagi, selamat atas kelahiran lagu Asing. Sebab mereka berhasil keluar dari kungkungan yang bernama cover ka cover karya orang lain: karya wak bilo lai (kita kapan)?

Oleh : Alga al Gusri Komunitas Rumah Mentari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *